Sejarah Walisongo
Februari 25, 2013 Tinggalkan komentar
Sejarah Walisongo
Wali Songo adalah dewan Mubalikh yang terdiri dari sembilan orang Wali, dimana perkembangan sejarah menemukan sembilan orang
dalam dewan wali ini berganti ganti satu dengan yang lain disebabkan oleh meninggalnya salah satu wali tersebut karena sakit
ataupun usia tua. penggantian wali tersebut juga akan dirapatkan dalam dewan wali siapa penggantinya, siapa yang layak masuk
dalam dewan Wali tersebut. namun secara jumlah akan tetap menjadi sembilan. istilah Wali Songo berasal dari kata ”wali” dan
‘’songo”. Kata wali berasal dari bahasa Arab, waliyullah, orang yang dicintai Allah –alias kekasih Tuhan. Kata songo
berasal dari bahasa Jawa, yang berarti sembilan.
Ada wali yang termasuk anggota Wali Songo –yang terdiri dari sembilan orang– dan ada wali yang bukan anggota ”dewan” Wali
Songo. Konsep ”dewan wali” berjumlah sembilan ini diduga diadopsi dari paham Hindu-Jawa yang berkembang sebelum masuknya
Islam. Wali Songo seakan-akan dianalogikan dengan sembilan dewa yang bertahta di sembilan penjuru mata angin.
Dewan Walisongo ini merupakan ulama- ulama besar yang menyemaikan benih Agama Islam di pulau jawa, meski banyak dari beliau
merupakan warga timur tengah, namun akulturasi budaya dalam penyebaran agama sangat membantu Walisongo menyebarkan agama
Allah di pulau jawa Figur para wali –sebagaimana dikisahkan dalam babad dan ”kepustakaan” tutur– selalu dihubungkan dengan
kekuatan gaib yang dahsyat, dan lekat dengan ilmu kedigdayaan kuno jaman tersebut.
Jumlah sembilan wali yang ada dan kita kenal sampai sekarang ini sebenarnya masih belum tercapai ”kesepakatan” tetang siapa
saja gerangan Wali nan Sembilan itu. Terdapat beragam-ragam pendapat, masing-masing dengan alasannya sendiri.Pada umumnya
orang berpendapat, yang terhisab ke dalam Wali Songo adalah: Syekh Maulana Malik Ibrahim alias Sunan Gresik, Raden
Rakhmad alias Sunan Ampel, Raden Paku alias Sunan Giri, Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati, Raden Maulana Makdum
Ibrahim alias Sunan Bonang, Syarifuddin alias Sunan Drajat, Jafar Sodiq alias Sunan Kudus, Raden Syahid alias Sunan
Kalijaga, dan Raden Umar Sayid alias Sunan Muria.
Namun, komposisi Wali nan Sembilan ini juga punya banyak versi. Prof. Soekmono dalam bukunya, Pengantar Sejarah Kebudayaan
Indonesia, Jilid III, tidak memasukkan Syekh Maulana Malik Ibrahim dalam jajaran Wali Songo. Guru besar sejarah kebudayaan
Universitas Indonesia itu justru menempatkan Syekh Siti Jenar, alias Syekh Lemah Abang, sebagai anggota Wali Songo.
Sayang, Soekmono tak menyodorkan argumentasi mengapa Maulana Malik Ibrahim tidak termasuk Wali Songo. Ia hanya menyebut Syekh
Siti Jenar sebagai tokoh sangat populer. Siti Jenar dihukum mati oleh Wali Songo, karena dinilai menyebarkan ajaran sesat
tentang jubuhing kawulo Gusti (bersatunya hamba dengan Tuhannya), yang dapat mengguncang iman orang
dan menggoyahkan syariat Islam.
Selain itu, Wali Songo juga ditafsirkan sebagai sebuah lembaga, atau dewan dakwah. Istilah sembilan dirujukkan dengan
sembilan fungsi koordinatif dalam lembaga dakwah itu. Teori ini diuraikan dalam buku Kisah Wali Songo; Para Penyebar Agama
Islam di Tanah Jawa karya Asnan Wahyudi dan Abu Khalid. Kedua penulis itu merujuk pada kitab Kanz Al-’ulum karya Ibn
Bathuthah. Mereka menjelaskan, sebagai lembaga dewan dakwah, Wali Songo paling tidak mengalami lima kali pergantian anggota.
Pada periode awal, anggotanya terdiri dari Maulana Malik Ibrahim, Ishaq, Ahmad Jumad Al-Kubra, Muhammad Al-Magribi, Malik
Israil, Muhammad Al-Akbar, Maulana Hasanuddin, Aliyuddin, dan Syekh Subakir.
Pada periode kedua, Raden Rakhmad (Sunan Ampel), Sunan Kudus, Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), dan Sunan Bonang
masuk menggantikan Maulana Malik Ibrahim, Malik Israil, Ali Akbar, dan Maulana Hasanuddin –yang wafat. Pada periode ketiga,
masuk Sunan Giri, menggantikan Ishaq yang pindah ke Pasai, Aceh, dan Sunan Kalijaga menggantikan Syekh Subakir yang
pulang ke Persia.
Pada periode keempat, Raden Patah dan Fatullah Khan masuk jajaran Wali Songo. Kedua tokoh ini menggantikan Ahmad Jumad Al-
Kubra dan Muhammad Al-Magribi yang wafat. Sunan Muria menduduki lembaga Wali Songo dalam periode terakhir. Ia menggantikan
Raden Patah, yang naik tahta sebagai Raja Demak Bintoro yang pertama.
Analisis tersebut secara kronologis mengandung banyak kelemahan. Contohnya Sunan Ampel, yang diperkirakan wafat pada 1445.
Dalam versi ini disebutkan, seolah-olah Sunan Ampel masih hidup sezaman dengan Sunan Kudus, Sunan Bonang, Sunan Drajat,
Sunan Kalijaga, dan Sunan Muria. Padahal, Sunan Kudus hidup pada 1540-an.
Adapun Sunan Bonang dan Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel. Sunan Bonang merupakan guru Sunan Kalijaga, yang berputra
Sunan Muria. Bagaimana mungkin Sunan Ampel hidup sezaman dengan Sunan Muria? Lagi pula, tokoh Wali Songo yang disebut dalam
buku ini –Aliyuddin, Ali Akbar, dan Fatullah Khan– bukan wali terkenal di Jawa.
Nama mereka jarang ditemukan dalam historiografi tradisional, baik berupa serat maupun babad. Padahal, di Jawa terdapat
puluhan naskah kuno berupa babad, hikayat, dan serat, yang mengisahkan para wali. Sebagian besar babad juga menggambarkan,
Wali Songo hidup dalam kurun waktu yang bersamaan.Para wali, menurut versi babad, dikisahkan sering mengadakan pertemuan di
Masjid Demak dan Masjid ”Sang Cipta Rasa” (Cirebon). Di sana mereka membicarakan berbagai persoalan keagamanan dan
kenegaraan. Kisah semacam ini, antara lain, dapat dibaca di Babad Demak, Babad Cirebon, dan Babad Tanah Jawi.
Babad Cirebon, misalnya, mewartakan bahwa pada 1426, para wali berkumpul di Gunung Ciremai. Mereka mengadakan musyawarah
yang dipimpin Sunan Ampel, membentuk ”Dewan Wali Songo”. Sunan Gunung Jati ditunjuk selaku wali katib, atau imam para
wali. Anggotanya terdiri dari Sunan Ampel, Syekh Maulana Magribi, Sunan Bonang, Sunan Ngudung alias Sunan Kudus, Sunan
Kalijaga, Sunan Muria, Syekh Lemah Abang, Syekh Betong, dan Sunan Majagung.Ditambah dengan Sunan Gunung Jati, jumlah
wali itu malah menjadi 10 orang. Nama-nama Wali Songo yang tertulis di Babad Cirebon tersebut berbeda dengan yang tersurat
di Babad Tanah Jawi. Dalam Babad Tanah Jawi, yang berasal dari Jawa Tengah, tidak ditemukan nama Syekh Betong dan Syekh
Majagung. Sebagai gantinya, akan dijumpai nama Sunan Giri dan Sunan Drajat.
Dewan walisongo memang menjadi perdebatan sampai sekarang tentang siapa yang menjadi anggotanya, meski demikian banyak Umat
mengenal dewan Walisongo sesuai dengan yang diketahui selama ini yaitu Syekh Maulana Malik Ibrahim alias Sunan Gresik,
Raden Rakhmad alias Sunan Ampel, Raden Paku alias Sunan Giri, Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati, Raden Maulana
Makdum Ibrahim alias Sunan Bonang, Syarifuddin alias Sunan Drajat, Jafar Sodiq alias Sunan Kudus, Raden Syahid alias Sunan
Kalijaga, dan Raden Umar Sayid alias Sunan Muria.