Sejarah Walisongo

Sejarah Walisongo

Dewan Walisongo

Dewan Walisongo

Wali Songo adalah dewan Mubalikh yang terdiri dari sembilan orang Wali, dimana perkembangan sejarah menemukan sembilan orang

dalam dewan wali ini berganti ganti satu dengan yang lain disebabkan oleh meninggalnya salah satu wali tersebut karena sakit

ataupun usia tua. penggantian wali tersebut juga akan dirapatkan dalam dewan wali siapa penggantinya, siapa yang layak masuk

dalam dewan Wali tersebut. namun secara jumlah akan tetap menjadi sembilan. istilah Wali Songo berasal dari kata ”wali” dan

‘’songo”. Kata wali berasal dari bahasa Arab, waliyullah, orang  yang dicintai Allah –alias  kekasih Tuhan. Kata songo

berasal dari bahasa Jawa, yang berarti sembilan.

Ada wali yang termasuk anggota Wali Songo –yang  terdiri dari sembilan orang– dan ada  wali yang bukan  anggota ”dewan” Wali

Songo. Konsep ”dewan wali” berjumlah sembilan ini diduga diadopsi dari paham Hindu-Jawa yang berkembang sebelum masuknya

Islam. Wali Songo seakan-akan dianalogikan dengan sembilan dewa  yang bertahta di sembilan penjuru  mata angin.

Dewan Walisongo ini merupakan ulama- ulama besar yang menyemaikan benih Agama Islam di pulau jawa, meski banyak dari beliau

merupakan warga timur tengah, namun akulturasi budaya dalam penyebaran agama sangat membantu Walisongo menyebarkan agama

Allah di pulau jawa Figur para  wali –sebagaimana dikisahkan dalam  babad dan ”kepustakaan” tutur– selalu dihubungkan dengan

kekuatan gaib yang dahsyat, dan lekat dengan ilmu kedigdayaan kuno jaman tersebut.

Jumlah sembilan wali yang ada dan kita kenal sampai sekarang ini sebenarnya masih belum  tercapai ”kesepakatan” tetang siapa

saja  gerangan Wali nan Sembilan itu. Terdapat beragam-ragam pendapat, masing-masing dengan alasannya sendiri.Pada umumnya

orang  berpendapat, yang terhisab ke dalam  Wali Songo adalah: Syekh  Maulana Malik Ibrahim alias Sunan Gresik,  Raden

Rakhmad alias Sunan Ampel, Raden Paku  alias Sunan Giri, Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati, Raden Maulana Makdum

Ibrahim alias Sunan Bonang, Syarifuddin  alias Sunan Drajat, Jafar  Sodiq alias Sunan Kudus,  Raden Syahid alias Sunan

Kalijaga, dan Raden Umar Sayid alias Sunan Muria.

Namun,  komposisi Wali nan Sembilan ini juga punya  banyak versi. Prof. Soekmono dalam bukunya, Pengantar Sejarah Kebudayaan

Indonesia, Jilid III, tidak memasukkan Syekh Maulana Malik Ibrahim dalam  jajaran  Wali Songo. Guru besar sejarah kebudayaan

Universitas Indonesia itu justru menempatkan Syekh  Siti Jenar, alias Syekh  Lemah  Abang,  sebagai anggota Wali Songo.
Sayang, Soekmono tak menyodorkan argumentasi mengapa Maulana Malik Ibrahim tidak termasuk Wali Songo. Ia hanya menyebut Syekh

Siti Jenar sebagai tokoh sangat populer.  Siti Jenar dihukum mati oleh Wali Songo, karena dinilai menyebarkan ajaran sesat

tentang jubuhing kawulo Gusti (bersatunya hamba dengan Tuhannya), yang dapat mengguncang iman orang
dan menggoyahkan syariat  Islam.

Selain  itu, Wali Songo juga ditafsirkan  sebagai sebuah lembaga, atau  dewan dakwah. Istilah sembilan dirujukkan dengan

sembilan fungsi koordinatif dalam  lembaga dakwah itu. Teori ini diuraikan  dalam  buku Kisah Wali Songo; Para Penyebar Agama

Islam di Tanah Jawa karya Asnan  Wahyudi dan Abu Khalid. Kedua  penulis  itu merujuk pada kitab Kanz Al-’ulum karya  Ibn

Bathuthah. Mereka  menjelaskan, sebagai lembaga dewan dakwah, Wali Songo paling tidak mengalami lima kali pergantian anggota.

Pada periode awal, anggotanya terdiri dari Maulana Malik Ibrahim, Ishaq,  Ahmad Jumad Al-Kubra, Muhammad Al-Magribi, Malik

Israil, Muhammad Al-Akbar, Maulana Hasanuddin, Aliyuddin, dan Syekh  Subakir.

Pada periode kedua, Raden Rakhmad (Sunan Ampel), Sunan Kudus,  Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), dan Sunan Bonang

masuk menggantikan Maulana Malik Ibrahim, Malik Israil, Ali Akbar, dan Maulana Hasanuddin –yang  wafat. Pada periode ketiga,

masuk Sunan Giri, menggantikan Ishaq  yang pindah  ke Pasai, Aceh, dan Sunan Kalijaga menggantikan Syekh  Subakir  yang

pulang  ke Persia.

Pada periode keempat, Raden Patah dan Fatullah  Khan masuk jajaran  Wali Songo. Kedua tokoh ini menggantikan Ahmad Jumad Al-

Kubra dan Muhammad Al-Magribi yang wafat. Sunan Muria menduduki lembaga Wali Songo dalam  periode terakhir.  Ia menggantikan

Raden Patah, yang naik tahta  sebagai Raja Demak  Bintoro yang pertama.

Analisis tersebut secara kronologis  mengandung banyak kelemahan. Contohnya Sunan Ampel, yang diperkirakan wafat pada 1445.

Dalam versi ini disebutkan, seolah-olah Sunan Ampel masih hidup sezaman dengan Sunan Kudus,  Sunan Bonang, Sunan Drajat,

Sunan Kalijaga, dan Sunan Muria. Padahal, Sunan Kudus hidup pada 1540-an.

Adapun  Sunan Bonang dan Sunan Drajat adalah putra  Sunan Ampel. Sunan Bonang merupakan guru Sunan Kalijaga, yang berputra

Sunan Muria. Bagaimana mungkin Sunan Ampel hidup sezaman dengan Sunan Muria? Lagi pula, tokoh Wali Songo yang disebut dalam

buku ini –Aliyuddin, Ali Akbar, dan Fatullah  Khan– bukan  wali terkenal di Jawa.

Nama  mereka jarang  ditemukan dalam  historiografi tradisional, baik berupa serat maupun babad. Padahal, di Jawa terdapat

puluhan naskah kuno berupa babad, hikayat,  dan serat, yang mengisahkan para  wali. Sebagian besar babad juga menggambarkan,

Wali Songo hidup dalam kurun waktu yang bersamaan.Para wali, menurut versi babad, dikisahkan sering  mengadakan pertemuan di

Masjid Demak dan Masjid ”Sang Cipta Rasa”  (Cirebon).  Di sana mereka membicarakan berbagai persoalan keagamanan dan

kenegaraan. Kisah semacam ini, antara lain, dapat dibaca di Babad Demak, Babad Cirebon,  dan Babad Tanah Jawi.

Babad Cirebon,  misalnya, mewartakan bahwa pada 1426,  para  wali berkumpul di Gunung Ciremai.  Mereka  mengadakan musyawarah

yang dipimpin Sunan Ampel, membentuk ”Dewan Wali Songo”.  Sunan Gunung Jati ditunjuk selaku wali katib, atau  imam para

wali. Anggotanya terdiri dari Sunan Ampel, Syekh  Maulana Magribi, Sunan Bonang, Sunan Ngudung alias Sunan Kudus,  Sunan

Kalijaga, Sunan Muria, Syekh  Lemah  Abang,  Syekh  Betong,  dan Sunan Majagung.Ditambah dengan Sunan Gunung Jati, jumlah

wali itu malah  menjadi  10 orang. Nama-nama Wali Songo yang tertulis di Babad Cirebon  tersebut berbeda dengan yang tersurat

di Babad Tanah Jawi. Dalam Babad Tanah Jawi, yang berasal dari Jawa Tengah, tidak ditemukan nama Syekh  Betong  dan Syekh

Majagung. Sebagai gantinya, akan  dijumpai nama Sunan Giri dan Sunan Drajat.

Dewan walisongo memang menjadi perdebatan sampai sekarang tentang siapa yang menjadi anggotanya, meski demikian banyak Umat

mengenal dewan Walisongo sesuai dengan yang diketahui selama ini yaitu Syekh  Maulana Malik Ibrahim alias Sunan Gresik,

Raden Rakhmad alias Sunan Ampel, Raden Paku  alias Sunan Giri, Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati, Raden Maulana

Makdum Ibrahim alias Sunan Bonang, Syarifuddin  alias Sunan Drajat, Jafar  Sodiq alias Sunan Kudus,  Raden Syahid alias Sunan

Kalijaga, dan Raden Umar Sayid alias Sunan Muria.